Perkembangan dunia kuliner membuka peluang usaha yang lain, seperti
pembuatan bumbu instan. Permintaan yang terus meningkat, memungkinkan
pemain baru mencicipi bisnis bumbu siap saji.
Perputaran waktu
yang serasa kian cepat, menuntut orang untuk selalu bertindak efektif
dan efisien dalam pekerjaan sehari-hari. Kebutuhan itu juga ada saat
menyiapkan masakan untuk disantap atau untuk bekal.
Proses
memasak yang cepat juga harus dilakukan oleh pengusaha kuliner atau
pemilik restoran. Maklum, memasak dalam jumlah besar biasanya
membutuhkan waktu relatif lama. Padahal, jam makan pengunjung sangat
terbatas.
Demi memangkas waktu dan tenaga, ibu-ibu rumah tangga
dan juru masak lebih mengandalkan bumbu siap saji. Apalagi, hasil
masakan dari bumbu-bumbu ini tak kalah sedap dibanding bila diracik
sendiri.
Semakin banyaknya pemakaian bumbu cepat saji terlihat
dari meningkatnya pesanan ke produsen. Gerak Tani misalnya. Produsen
bumbu giling yang berlokasi di Jakarta ini memproduksi hingga 0,5 ton
bumbu per hari. “Permintaannya terus meningkat setiap tahun,” ujar Neken
Jamin Sembiring, pemilik Gerak Tani.
Menjelang hari raya
Lebaran, Gerak Tani melipatgandakan produksi bumbunya hingga 1 ton. Dari
usaha ini, mereka mendulang omzet hingga Rp 6 juta dalam sehari.
Selain
menjual di pasar-pasar tradisional, Gerak Tani juga melayani konsumen
dari kalangan hotel, restoran dan katering (horeka). “Dahulu
perbandingan penjualan ke rumah tangga dan horeka 70:30. Kini sudah
50:50,” kata Neken.
Pelanggan horeka itu biasanya memesan
langsung bumbu yang mereka butuhkan ke Gerak Tani. Beberapa pelanggan
horeka di antaranya Indocater, Aerofood Acs dan beberapa pengecer
seperti Carrefour dan Naga Swalayan.
Kini, Gerak Tani memiliki 60
jenis bumbu masakan. Selain bumbu masakan, mereka juga menyediakan
bumbu giling untuk masing-masing rempah, seperti jahe giling, kunyit
giling, kemiri, dan cabe giling.
Beragam bumbu instan itu dipasarkan Gerak Tani dalam bentuk krim , pasta, dan bubuk. Bumbu itu dikemas dalam standing pouch
dan plastik vakum dengan ukuran 180 gram (gr). Harga bumbu mulai Rp
7.000 hingga Rp 14.000 untuk penjualan di pasar tradisional, dan
berkisar Rp 20.000 hingga Rp 25.000 untuk ritel modern.
Ramainya
permintaan bumbu siap saji juga menggiring PT Ayam Goreng Fatmawati
Indonesia, ikut mencicipi bisnis ini. Melalui anak usaha bernama Rempah
Spice, mereka membuat bumbu masak berlabel Fatmawati. “Kami tertarik
karena peluangnya besar,” kata Johan Wahyudi, Business Development
Manager PT Ayam Goreng Fatmawati Indonesia.
Rempah Spice
menyediakan 40 jenis bumbu masak untuk makanan seperti ayam goreng, sop
iga, sayur asem, empal, rendang, pepes ikan, soto dan tumis. Harga
jualnya berkisar Rp 12.000 hingga Rp 13.000 per sachet isi 30 gr hingga
50 gr.
Dalam sebulan, Rempah Spice membuat sekitar 0,5 ton
bumbu. Dari produksi itu, mereka mengantongi omzet dari Rp 70 juta
hingga Rp 120 juta.
Tak jauh berbeda dengan Gerak Tani, Rempah
Spice juga melayani sejumlah hotel dan restoran yang tersebar di
Jakarta, Bogor dan Bekasi. Bahkan, konsumen bumbu terbesar datang dari
segmen korporat, yang menyumbang kontribusi hingga 90% dari pendapatan.
Baik
Neken maupun Johan berpendapat, prospek bisnis bumbu siap saji ini
masih cerah. Mereka pun mengaku bisa mengantongi profit hingga 20%.
Lezat dan sertifikasi
Peluang
produsen bumbu instan juga masih terbuka lebar. Apalagi, jika melihat
jumlah penduduk Indonesia yang besar dan perkembangan dunia kuliner.
“Makin banyak yang ingin memasak dengan praktis dan simpel,” jelas Neken
lagi.
Bumbu instan juga bisa dipasarkan ke luar negeri. Melalui penjualan online, misalnya, Neken mendapatkan order dari Malaysia, Singapura, Jepang dan Belanda.
Nah, apakah Anda tertarik mencicipi kelezatan bisnis ini?
Untuk
terjun ke bisnis bumbu instan, modal utamanya adalah kemampuan mengolah
bumbu untuk menghasilkan masakan yang lezat. Ya, layaknya usaha
kuliner, masakan yang nikmat akan menjadi daya tarik konsumen untuk
membeli bumbu instan ini. Tak heran, Ayam Goreng Fatmawati berani terjun
ke bisnis ini, lantaran mereka yakin bumbu racikannya bisa diterima
pasar.
Selain itu, Anda juga harus memperhatikan pasokan. Neken
memperoleh berbagai rempah itu dari pemasok masing-masing bumbu. Dia
pun memiliki kriteria khusus daerah asal pasokan rempah untuk menjamin
kualitasnya. Misalnya, kemiri dari Medan, bawang putih dari Brebes,
kunyit dari Ponorogo. “Saya memilih daerah tadi berdasar pengalaman.
Bumbu dari sana bagus dan enak,” ujarnya. Maklum, karena usaha ini
berhubungan dengan masakan, maka bahan baku harus bagus sejak awal.
Proses
pengolahan bumbu cukup sederhana. Bumbu mentah digiling dengan mesin,
sebelum diracik menjadi bumbu masakan. Tahap berikut adalah pemasakan,
pengemasan, pasteurisasi serta penyimpanan.
Beberapa bumbu,
seperti cabai, harus melewati proses irradiasi dengan sinar gamma supaya
lebih awet dan tahan lama. Penyimpanan dilakukan dalam suhu 160
Celcius, atau kurang dari itu supaya kesegaran terjaga. “Dengan
pengemasan baik dan penyimpanan dalam suhu dingin, bumbu bisa tahan enam
bulan,” jelas Neken.
Namun, bukan cuma mengusung kelezatan bumbu
dan produksi yang banyak, untuk menjual bumbu ini Anda juga harus
memiliki beberapa sertifikasi standar dalam hal mutu pangan. Sebut saja,
sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP),
Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Halal. Sertifikasi ini bisa
diperoleh dari lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah. Misalnya, Badan
Pengawas Obat dan Makanan (POM), Majelis Ulama Indonesia, Sucofindo dan
lainnya.
Selain itu, dengan sejalan dengan tren gaya hidup sehat,
Anda pun harus bisa menyajikan bumbu lezat yang sehat. Dalam arti,
bumbu ini tak mengandung pengawet, pewarna dan penyedap rasa. “Ciri khas
ini bisa menjadi nilai tambah bumbu Anda,” kata Neken.
Pemasaran
bumbu siap olah ini bisa dilakukan dengan berbagai cara. Untuk
menjangkau konsumen ibu rumah tangga, Anda bisa memasarkan bumbu ini di
pasar-pasar tradisional atau ritel modern. Pemasaran dengan sistem
online pun bisa dikembangkan kemudian, untuk menjangkau wilayah
pemasaran yang lebih luas.
Namun, langkah ini bisa dilakukan
bila bumbu masak Anda sudah lebih dulu dikenal oleh banyak kalangan.
Atau, taruh kata, Anda sudah mendapatkan kepercayaan dari
perusahaan-perusahaan besar, perihal rasa dan kualitas produk.
Pameran
bisa menjadi sarana promosi untuk menjaring klien kelas kakap. Bila
modal terbatas, Anda bisa mengajukan diri menjadi binaan dari sejumlah
kementerian yang mempunyai program binaan untuk UKM. “Saya banyak
mendapat pembeli dari kalangan horeka dari pameran di dalam dan luar
negeri,” ujar Neken.
Sumber : kontan.co.id
0 Responses So Far: